MAJALAH BERDI No.12/Th.II-2011
KEBUN
BUAH ISTIMEWA
Oleh.
Mimi Aira
Tania mengundang beberapa teman sekelasnya
datang ke rumah. Rencananya, hari ini Ayah Tania akan memanen hasil kebunnya.
Namun, Tania sengaja tidak memberitahu teman-temannya tentang kebun buahnya
itu.
Vika, Reno, Amel, dan Adit langsung
menyetujui ajakan Tania.
“Kamu mau kasih kejutan apa sih, Tania?”
tanya Amel penasaran.
“Kamu seperti tidak tahu saja, Mel. Pasti
Tania mau pamer kolam ikan lelenya. Ayahnya Tania, kan peternak lele,” sambar
Adit cepat.
Tania hanya tersenyum saja mendengar
celoteh Adit. Tentu saja teman-teman Tania semakin penasaran dibuatnya.
“Pokoknya, kalian tidak akan menyesal
singgah di kebunku,” ujar Tania kalem.
Mereka pun tiba di rumah Tania. Namun
Tania tidak langsung mengajak mereka ke kebun buahnya. Tania menyuruh mereka
untuk melepaskan dahaga terlebih dahulu.
“Tania, aku sudah tidak haus lagi, nih!
Cepat beritahu kami, Tania! Memangnya kamu punya kejutan apa, sih?” tanya Reno
tidak sabar.
“Iya, Tania. Aku juga sudah tidak sabar,
nih!” timpal Vika.
“Baiklah. Kita ke kebun belakang
sekarang!” kata Tania. Teman-temannya mengikuti langkah Tania.
“Nah, ini dia kejutannya!” seru Tania
riang.
Alangkah terkejutnya teman-teman Tania.
Mereka seperti tidak mempercayai apa yang telah dilihatnya. Di hadapan mereka
tampak buah-buahan segar bergelantungan di dahan yang rendah. Ada beberapa
aneka jenis pohon buah di kebun Tania. Mulai dari pohon belimbing, rambutan,
mangga, papaya, nangka, kelengkeng, dan lain-lain. Semua pohon buah-buahan itu
tampak berbuah lebat. Buah-buahan itu juga tampak ranum dan siap untuk dipetik.
Vika, Reno, Amel, dan Adit tampak kesulitan menahan air liurnya. Buah-buahan
itu memang sangat menggiurkan bagi mereka
“Wow...nikmatnya! Ini semua milik Ayah kamu,
Tania?” tanya Adit sambil menyentuh sebuah jambu biji bangkok yang menggantung
rendah.
Tania lekas mengangguk. Lalu ia hampiri
ayahnya yang sedang memetik buah rambutan.
“Ayah, boleh teman-teman Tania membantu
Ayah?” tanya Tania kepada ayahnya.
“Tentu saja boleh. Jika ada yang mau
membantu Ayah, nanti akan Ayah beri hadiah. Membawa pulang buah-buahan apa saja
yang kalian suka,” kata Ayah Tania.
“Horeeeeee…! Terima kasih, Om!” seru
mereka gembira.
Dengan penuh semangat mereka segera
berlomba membantu Ayah Tania memanen buah-buahan. Sesekali mereka mencicipi
manisnya buah rambutan. Yang lebih asyik lagi, pohon-pohon buah itu semuanya
berdahan rendah. Tinggal mengulurkan tangan saja, maka mereka langsung dapat
memetiknya.
Setelah semua keranjang terisi penuh, Ayah
Tania menyuruh mereka beristirahat.
“Sekarang kalian boleh beristirahat. Juga
boleh memakan buah apa saja yang kalian suka. Kalau kalian mau, bawalah pulang
untuk oleh-oleh di rumah.” ucap Ayah Tania.
“Horeeeee…! Terima kasih, Om!” seru mereka
serempak.
“Tania, kamu kok tidak pernah bilang kalau
punya kebun buah seluas ini? kata Reno sambil menikmati buah rambutan. Amel dan
Vika pun sedang asyik makan buah rambutan.
“Iya, Tania. Coba kalau kami tahu kamu
punya kebun buah, hampir setiap hari kami main ke rumah kamu. Iya kan,
teman-teman?” Adit menimpali ucapan Reno.
“Iya. Betul, Tania. Eh, Tania, kapan-kapan
kami boleh, kan main ke rumah kamu lagi?” tanya Reno lagi.
“Tentu saja boleh. Sebentar lagi buah
dukuhnya juga akan dipanen,” kata Tania.
Mata anak-anak itu berbinar ceria. Mereka
langsung membayangkan betapa manisnya buah dukuh.
“Tania, bagaimana kalau kebun buah kamu
ini kita beri nama?” usul Vika.
“Itu usul yang bagus. Tapi…apa, ya nama
yang pas buat kebun istimewa kamu ini, Tania?” kata Amel sambil berpikir keras.
“Ya sudah kalau begitu! Kita beri nama saja
Kebun Istimewa! Bagaimana, teman-teman? Apa kalian setuju?” Reno ikut memberi
usul.
“Setuju!” sahut Amel cepat. Yang lain pun
mengangguk setuju.
“Nama yang bagus! Keren!” timpal Adit.
Tania hanya tersenyum menanggapi celotehan
teman-temannya.
Setelah puas menikmati buah-buahan,
teman-teman Tania berpamitan pulang. Mereka tidak lupa mengucapkan terima kasih
pada orang tua Tania. Dengan langkah riang, mereka membawa pulang oleh-oleh
yang dipetik dari Kebun Istimewa.
No comments:
Post a Comment