CELOTEH ANAK BETAWI

ASSALAMU'ALAIKUM...! MAMPIR YEEE DI MARI...! YUUUK...

Tuesday, September 13, 2011

IBU SEPARUH NAFASKU

     Tak pernah kusangka sebelumnya, kalau ibuku akan pergi secepat itu. Kepergiannya bagiku adalah sebuah pukulan berat yang membuat hari-hariku hampa. Sebab, hanya kepada Ibu aku berkeluh kesah, menumpahkan duka dan juga sekaligus berbagi ceria. 
     Sesungguhnya, aku amat tak tega akan derita hidup Ibu yang selama ini dijalaninya. Selama hampir lima belas tahun lebih Ibu harus bertarung melawan penyakit diabetesnya. Dan selama itu pula Ibu menjalani berbagai macam pengobatan. Ibu mulai akrab dengan pil-pil, kapsul, jamu-jamuan, tanaman herbal.  
      
     Memasuki tahun ketiga setelah Ibu benar-benar dinyatakan positif terkena diabetes, Ibu mulai rutin berobat dengan seorang mantri yang bersedia datang ke rumah. Setiap dua minggu sekali mantri kesehatan itu datang ke rumah Ibu untuk sekedar cek gula darah atau memberikan obat-obatan lainnya. Kondisi kesehatan Ibu kulihat memang semakin parah. Tak jarang pula kaki Ibu luka begitu saja tanpa sebab apa pun. Saking beliau takut kakinya lecet dan tergores, pergi ke mana saja Ibu hanya memakai sandal jepit. Ibu khawatir, jika kakinya sampai lecet akan menimbulkan luka yang parah.
     Suatu ketika, Ibu pernah memintaku untuk mencarikannya hewan pohon kelapa yang bernama Bajing. Ada yang bilang, kalau  dengan mengkonsumis daging bajing itu bisa mengobati penyakit diabetes. Demi kesembuhan Ibu, aku yang diantar suamiku selekasnya berburu bajing di Pasar Pramuka. Namun,seperti yang kukatakan tadi, penyakit Ibu memang sudah cukup kronis. Tak ada obat yang benar-benar bisa menyembuhkan penyakitnya secara total. Tentu aku sedih melihat Ibu menghadapi kenyataan itu. Aku juga pernah menangis tersedu sewaktu kubantu Ibu membalut luka di kakinya. Aku tak tahan melihat penderitaan Ibu. Aku kasihan melihat Ibu. Apalagi saat beliau terkadang kerap berkata, "Mengapa Ibu tak mati saja daripada harus menderita begini?" Betapa hatiku trenyuh mendengar keluhan Ibu. Aku tahu pasti, Ibu berkata begitu bukan karena tak punya rasa sabar dan tawakal, tetapi mungkin karena derita yang ia rasakan terlampau berat.
     Yang aku salut dari Ibu di tengah kondisinya yang seperti itu, beliau selalu bisa menahan keinginannya untuk tidak mengkonsumsi makanan yang manis-manis. Termasuk juga nasi dengan porsi yang sedikit tentunya. Sampai suatu ketika aku melahirkan anak kedua-ku, gula darah Ibu naik. Sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan naiknya gula darah Ibu. Tetapi mungkin, karena adanya luka di telapak kaki Ibu sehingga kondisi kesehatan Ibu kian memburuk. Seperti biasanya, jika sudah begitu Ibu akan terbaring lemah di tempat tidur. Makan tak mau. Minum pun, meski harus dengan sedotan, sudah tak mampu dilakukannya lagi. Melihat kondisi Ibu yang semakin memprihatinkan, aku dan bapak sepakat membawa Ibu ke rumah sakit.
     Dua hari masuk rumah sakit, tak ada perubahan yang berarti. Keadaan Ibu terus memburuk. Sampai kemudian Ibu koma. Namun, ditengah kondisi kritisnya itu, Ibu sempat menitikkan air mata ketika orang-orang disekitarnya mengajaknya bicara. Selama beliau di rumah sakit, aku hanya sekali datang menjenguk. Anakku baru tiga bulan ketika itu. Dan aku tidak dibolehkan terlalu banyak gerak karena bekas sayatan di perutku setelah menjalani operasi caesar mengalami infeksi. Aku sempat mengusap lembut keningnya dan menggenggam tangannya. Aku bisikkan kata-kata ditelinganya, bahwa aku akan menjaga adikku satu-satunya agar Ibu tidak berat dengan kepergiannya nanti. 

     Sangat kusayangkan sekali, Ibu pergi setelah kutinggalkan beliau pulang ke rumah. Aku menyesal dan sangat-sangat menyesal, disaat Ibu akan pergi aku tak ada di sisinya. Masih kuingat betul ketika itu, Ibu datang ke rumahku, menemaniku yang usai melahirkan. Beliau bilang, "Ibu suka banget lihat bunga yang warnanya merah begini. Warnanya indah," begitu katanya. Ibu memang suka sekali dengan tanaman yang berbunga. Bila ingat itu semua, air mataku pasti meleleh turun, sama persis ketika aku usai menulis kisah ini.
     Selamat jalan ibuku sayang.